07 August 2014

Tips Agar Anak Cepat Hafal Alqur'an

Sesungguhnya pendidikan Agama di berikan kepada anak sejak dini (kecil), menghafal Al-Quran dan mengajarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkaran yang agung. Khususnya zaman sekarang, ketika banyak orang menyia-nyiakan (pendidikan) anak mereka atau anak-anak yang berada di bawah perwaliannya. Mereka juga disibukkan dengan perkara yang tidak bermanfaat untuk urusan akhirat, bahkan membahayakan mereka. Mereka ditautkan dengan tokoh-tokoh yang tidak pantas jadi teladan, seperti: aktor, atlet, dan penyanyi.
Kami berterima kasih kepada Saudari atas pertanyaannya dan kita meminta kepada Allah agar Dia menenguhkannya dan membantunya dalam urusan ini dan urusan yang lain. Semoga Allah juga memberinya pahala pada hari kiamat kelak. Betapa agungnya ketika manusia berjumpa dengan Rabb-nya, dan di catatan amalnya terdapat amal-amal shalih yang membantunya.
Terkait bahasan tentang sang adik perempuan dan cara menghafal Al-Quran, kami sarankan kepada Saudari sebagai berikut:
1. Mulai membaca dan menghafal yang paling mudah, yaitu surat Al-Fatihah. Kemudian lanjutkan dengan juz 30 (juz ‘amma). Mengawali dengan yang mudah akan membantu untuk langkah selanjutnya. Kebutuhannya terhadap surat Al-Fatihah sangat penting ketika hendak mulai belajar shalat.
2. Tentukan kadar hafalan dalam sehari, dengan kadar yang mudah dipenuhi, hingga akhirnya hafalannya kuat. Itu juga akan memudahkan proses menghafal selanjutnya. Kadar ini berbeda tiap orang, tergantung kecerdasan dan kecepatan hafal yang dimiliki.
3. Persering muraja’ah (mengulang-ulang) sampai benar-benar hafal. Jangan sampai ada hari yang terlewati tanpa hafalan baru maupun mengulang hafalan yang lalu.
4. Motivasi sang adik dengan hadiah bila telah selesai menghafal satu juz dengan sempurna, misalnya.
5. Awali dengan talqin (membacakan) dan tardid (memperdengarkan berulang kali). Biasanya ini adalah awal modal dalam menghafal, kemudian ajari ia cara membaca (Al-Quran), sampai nanti dia mahir membaca Al-Quran sendiri tanpa perlu didampingi saudarinya atau gurunya.
6. Jika sang adik sudah mencapai usia wajib-shalat dan berakal, ajarkan dia agar mengulangi hafalannya dengan cara membaca (surat yang telah dihafalnya) dalam shalat, baik shalat fardhu maupun nafilah (sunnah).
7. Ulangi hafalannya dengan mendengar kaset atau komputer, agar terpadu antara baiknya pelafalan dan baiknya cara baca. Kesempatan ini juga bermanfaat untuk mengulang hafalan dan memperkuatnya.
8. Pilih waktu yang sesuai untuk menghafal – selagi tidak sibuk dan banyak urusan – misalnya pilih waktu setelah fajar (subuh) atau waktu antara maghrib dan isya. Jauhi masa ketika lapar, capek, atau mengantuk.
9. Puji sang adik di hadapan tetangga atau kerabat, untuk menyemangati dan memotivasi para tentangga dan kerabat supaya ikut menghafal Al-Quran. Baca dua surat al-mu’aqqidzat (yaitu Al-Falaq dan An-Nas), agar terhindar dari ‘ain orang yang dengki.
10. Sangat penting bagi sang adik untuk memakai satu mushaf, jangan gonta-ganti, karena dengan itu dia akan lebih kuat mengingat letak ayat.
11. Motivasi sang adik untuk menuliskan ayat yang telah dihafalnya, hingga tergabung antara pelajaran menulis dan kuatnya hafalan.

Adab Do''a

kita perhatikan hadits berikut ini,
Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kamu berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki’ atau berdoa, ‘Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepadaku jika Engkau menghendaki’, tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatupun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu tidak bisa disamakan dengan makhluk. Seseorang akan mengabulkan permintaan orang lain karena sebab-sebab tertentu. Boleh jadi karena ia memiliki kepentingan dengan si peminta, atau karena ia takut kepadanya atau karena punya harapan dengannya, lalu orang itu memberi apa yang diminta dengan terpaksa. Lain halnya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia Maha Suci, tidak mungkin bagi-Nya hal seperti itu karena kesempurnaan sifat tidak butuh-Nya terhadap makhluk, kesempurnaan kedermawanan dan kemuliaan-Nya, pemberian-Nya tiada habis-habisnya, Dia sama sekali tidak butuh kepada makhluk, bahkan makhluk-lah yang butuh kepada-Nya dengan kebutuhan yang tidak putus sekejap matapun.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits “Tangan kanan Allah penuh, tidak akan membuatnya berkurang sebuah nafkahpun, terbuka siang dan malam. Tahukah kalian apa yang telah diinfakkan semenjak penciptaan langit dan bumi? Itu semua tidak mengurangi apa yang ada di tangannya. Dan pada tangan yang lain ada neraca keadilan, Allah merendahkannya dan mengangkatnya.” (HR. Bukhari -diberbagai tempat dalam Al Jami’-, dan Muslim dari Abu Hurairah). Allah Ta’ala memberi karena hikmah dan menahan karena hikmah, dan Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Maka seharusnya bagi orang yang meminta kepada Allah, hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonannya karena sesungguhnya Allah tidak memberikan sesuatu kepada hamba-Nya dalam keadaan terpaksa ataupun menganggap besar permintaan itu.
Allah memiliki sifat kedermawanan, kedermawanan yang terus menerus dan tiada pernah henti. Bahkan Allah memberi karunia kepada hamba-Nya sebelum hamba tersebut meminta. Marilah kita perhatikan penciptaan manusia, sejak air mani diletakkan di dalam rahim, nikmat-nikmat-Nya didalam perut ibunya terus mengalir, Dia mengurusnya dengan sebaik-baiknya. Jika ibunya telah melahirkannya, Dia menjadikan orang tuanya merasa menyayangi dan mengurusnya dengan nikmat-nikmat-Nya sehingga anak itu tumbuh menjadi besar dan dewasa.
Ia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah sepanjang hidupnya. Jika hidupnya selalu dalam keimanan dan ketakwaan, maka bertambahlah nikmat-nikmat Allah kepadanya. Apabila ia meninggal, maka ia memperoleh kenikmatan yang berlipat ganda daripada kenikmatan yang ia peroleh ketika di dunia. Ia memperoleh kenikmatan yang hanya Allah yang bisa menghitungnya, nikmat yang Allah persiapkan khusus bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Semua kenikmatan yang diperoleh seorang hamba didunia ini pada hakekatnya adalah karunia dari Allah Ta’ala. Meskipun sebagian kenikmatan tersebut ia peroleh melalui perantaaran orang lain, tapi ketahuilah bahwa nikmat tersebut tidak akan pernah sampai kepadanya kecuali dengan izin, kehendak dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Dengan demikian, Allah-lah yang berhak dipuji atas segala nikmat tersebut. Dialah yang menghendakinya dan menentukannya serta mengalirkannya dengan kebaikan, kedermawanan dan karunia-Nya. Hanya milik-Nya segala nikmat, karunia dan sanjungan yang baik.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu minta pertolongan.” (Qs. An-Nahl (16) : 53)
Terkadang Allah Ta’ala menahan pemberian kepada hamba-Nya jika ia memohon kepada-Nya, karena adanya suatu hikmah dan pengetahuan-Nya tentang yang terbaik bagi hamba-Nya, dan terkadang dia mengakhirkan apa yang diminta hamba-Nya untuk waktu yang telah ditentukan atau untuk memberinya dengan pemberian yang lebih banyak. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silautarahmi, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan ; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atau dia akan menyimpan baginya di akhiat kelak,atau dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.” Maka para sahabat pun berkata,” Kalau begitu kita memperbanyaknya.”  Beliau bersabda, “Allah lebih banyak lagi ( memberikan pahala).” (HR. Ahmad III/8, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad,dan lainnya. Lihat Doa dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah hal 37-38, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
Hendaknya kita membesarkan harapan kita kepada Allah ketika berdo’a, karena sesungguhnya Allah memberi permintaan yang besar karena kedermawanan, karunia dan kebaikan. Allah Ta’ala tidak merasa diberatkan dengan apa yang Dia berikan, maksudnya tidak ada sesuatu yang berat bagi-Nya walaupun terasa berat bagi makhluk. Karena orang yang meminta kepada makhluk, ia tidak memintanya kecuali sesuatu yang mudah baginya untuk dikabulkan. Lain halnya dengan Rabb Semesta Alam, sesungguhnya pemberian-Nya terwujud sesuai dengan Firman-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,”Jadilah!” maka jadilah ia.” (Qs. Yaasiin: 82).
Maha Suci Allah yang makhluknya tidak dapat mengagungkan-Nya dengan sebenar-benar pengagungan, tidak ada Tuhan yang Haq selain-Nya dan tidak ada Rabb selain-Nya.
Penyusun: Ummu Maryam Ismiyanti
Diringkas dari Fathul Majid karangan Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh cetakan Pustaka Azzam.
Dimuroja’ah oleh Ustadz Jamaludin, Lc.

Allah Bersama Kalian Dimanapun Kau Berada


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
 rahimahullahberkata dalam kitab beliau, AL-Aqidah Al-Wasithiyyah,
“Dan telah kami sebutkan bahwasanya diantara unsur iman kepada Allah adalah mengimani berita yang Allah sampaikan melalui kitab-Nya, juga berita yang Allah sampaikan melalui sabda Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam yang mutawatir dan berita-berita yang disepakati (kebenarannya) oleh para ulama terdahulu. Dan diantara (berita) tersebut menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berada diatas langit, bersemayam diatas’Arsy-Nya dan tinggi diatas makhluk-Nya. AllahSubhanah senantiasa bersama makhluk-Nya dimanapun mereka berada dan mengetahui segala sesuatu yang mereka kerjakan. Sebagaimana hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya,
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hadid :4)
Dan ayat ini (Allah bersama kalian dimanapun kalian berada) tidaklah bermakna Allah bercampur-baur dengan hamba-Nya. Karena makna seperti ini tidak bisa diterima dari sisi kaidah bahasa. Bahkan rembulan yang menjadi salah satu tanda atas kebesaran Allah, dimana ia adalah makhluk kecil diantara makhluk-makhluk ciptaan-Nya juga berada diatas langit. Ia pun selalu bersama dengan musafir maupun yang bukan musafir dimanapun mereka berada. Sementara Allah berada diatas ‘Arsy dan Dia juga dekat dengan hamba-Nya, senantiasa mengawasi, mengetahui apa yang mereka kerjakan dan sifat-sifat lainnya yang memiliki makna rububiyyah. Dan kalimat yang Allah sebutkan ini (yaitu Allah berada diatas ‘Arsy dan juga senantiasa bersama kita) adalah kalimat yang benar tidak perlu diselewengkan maknanya (kepada makna yang lain).”
***
Penjelasan:
Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjelaskan perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullahdiatas,
“Sang Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah telah mengkhususkan dua pembahasan, yaitu bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy dan tentang kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya, dengan penjelasan yang mampu menghilangkan kejanggalan. Terkadang ada beberapa permasalahan yang tampaknya bertentangan antara kedua hal tersebut yang menyebabkan timbulnya kerancuan. Ada orang yang menyangka bahwasifat tersebut merupakan sifat makhluk dan sesungguhnya Allah berada di tengah-tengah makhluk-Nya. Jika demikian, bagaimana mungkin Allah berada di atas makhluk-Nya, bersemayam di atas ‘Arsy namun Dia juga berada dekat dengan makhluk-Nya, tanpa adanya campur-baur?
Jawaban dari kerancuan ini -sebagaimana yang telah disebutkan oleh Penulis (Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang:
Sudut pandang pertama
Sesungguhnya pemahaman (yang keliru) semacam ini tidak sesuai dengan (kaidah) bahasa Arab yang dengan bahasa itulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya, kata معdalam bahasa Arab menunjukkan kebersamaan secara mutlak dan tidak menunjukkan makna adanya percampuran, tidak pula persekutuan, maupun persentuhan.
Engkau boleh saja mengatakan, “ زوجتي معي (Istriku ada bersamaku),” sedangkan engkau berada di sebuah tempat dan istrimu berada di tempat lain. Engkau juga boleh saja mengatakan, “ مازلنا نسير والقمر معنا” (Kami senantiasa berjalan sedangkan rembulan bersama kami)” padahal saat itu rembulan berada di langit dan engkau bersama dengan para musafir maupun yang bukan musafir di mana pun mereka semua berada.
Jika kalimat tersebut sesuai dengan hakikat rembulan sementara dia adalah makhluk yang kecil, maka bagaimana mungkin hakikat semisal itu (yaitu, tentang maknama’iyyah/kebersamaan) tidak pantas diperuntukkan bagi Sang Khalik yang tentunya jauh lebih agung dibandingkan apa pun jua?
Sudut pandang kedua
Sesungguhnya pendapat ini (yang mengingkari bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy namun juga berada dekat dengan makhluk-Nya -pent) telah menyelisihi kesepakatan umat terdahulu dari kalangan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in, serta para tabi’ut tabi’in. Mereka semua adalah generasi terbaik umat ini sekaligus menjadi teladan. Ketiga generasi utama tersebut telah bersepakat bahwa sesungguhnya Allah bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, berada tinggi di atas makhluk-Nya, di tempat yang benar-benar tinggi dari makhluk-Nya.
Mereka pun bersepakat bahwa sesungguhnya ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala berada bersama makhluk-Nya. Sebagaimana mereka menafsirkan firman Allah “وهو معكم (Dan Dia berada bersama kalian)” dengan penafsiran tersebut.
Sudut pandang ketiga
Sesungguhnya pendapat keliru tentang keberadaan Allah ini telah menyelisihi fitrah yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk makhluk-Nya yang Dia tancapkan dalam fitrah para makhluk-Nya. Maka, sungguh makhluk Allah telah dikaruniai fitrah untuk menetapkan ketetapan ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas makhluk-Nya. Makhluk Allah pun menghadapkan diri mereka kepada Allah, ke arah atas, di kala kesulitan dan bencana menimpa. Mereka tidak menghadap ke kanan maupun ke kiri, tanpa ada seorang pun yang mengajarkan mereka untuk melakukan itu, karena itu semua merupakan fitrah yang telah dikaruniakan Allah bagi makhluk-Nya.
Sudut pandang keempat
Sesungguhnya pendapat yang keliru tersebut telah menyelisihi berita yang disampaikan oleh Allah dalam kitab-Nya (yaitu Al-Quran, pent). Telah diriwayatkan pula secara mutawatir dari Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alaberada di atas ‘Arsy, berada tinggi di atas makhluk-Nya, dan Dia bersama dengan mereka di mana pun mereka berada.
Yang dimaksud dengan nash yang mutawatir adalah nash yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang diyakini tidak mungkin bersepakat untuk berdusta di antara mereka, dari periwayat pertama hingga periwayat terakhir. Ayat Al-Quran dan hadits tentang keberadaan Allah ini sangat banyak jumlahnya. Di antaranya adalah ayat yang telah disebutkan oleh Penulis (Ibnu Taimiyyah, pent) rahimahullah.

Shalatlah Seperti Shalatnya Orang Yang Hendak Berpisah Dengan Dunia


Hadits

Dari Abu Ayub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah. Berilah aku nasehat yang ringkas.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia). Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta udzur karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.”
(Hasan. Dikeluarkan oleh Ahmad (5/412), Ibnu Majah(4171), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah(1/462) Al Mizzi (19/347) dan Lihat Ash Shahihah (401))
Penjelasan Hadits
Alangkah indahnya ketiga wasiat ini. Apabila dijalankan oleh seorang hamba, maka sempurnalah semua urusan dan tentu dia akan berhasil.
Wasiat pertama, menganjurkan untuk menyempurnakan shalat dan berijtihad agar mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Hal itu dengan menghisab diri terhadap semua shalat yang dikerjakan serta menyempurnakan semua kewajiban, fardhu ataupun sunnah-sunnah yang ada di dalam shalat. Hendaknya juga bersungguh sungguh merealisasikan tingkatan ihsan yang merupakan derajat tertinggi, dengan kehadiran yang betul-betul sempurna di hadapan Rabbnya. Yakni bahwa dia sedang berbicara lirih dengan Rabbnya melalui apa yang dibacanya, yakni doa ataupun dzikir-dzikir lainnya. Tunduk kepada Rabbnya dalam setiap posisi; berdiri, ruku’, sujud, turun maupun naik (dari ruku’ atau sujud serta akan berdiri).
Tujuan yang mulia ini didukung pula dengan kesiapan jiwa tanpa ragu dan rasa malas di hatinya. Bahkan, hatinya senantiasa hadir dalam setiap shalat, seakan-akan itu adalah shalat orang yang akan berpisah (mau meninggal dunia) atau seolah-olah tidak akan shalat lagi sesudah itu (karena wafat).
Sudah dimaklumi bahwa orang yang akan meninggal dunia akan berusaha dengan sunguh-sunguh mencurahkan segenap daya upayanya, bahkan selalu dalam keadaan mengingat pengertian-pengertian dan sebab yang kuat, sehingga mudahlah semua urusannya, lalu itu menjadi kebiasaannya.
Shalat dengan cara seperti itu akan mencegah pelakunya dari semua akhlak yang rendah dan mendorongnya berhias dengan akhlak yang menarik, karena hal itu akan memberi pengaruh dalam jiwanya, yaitu bertambahnya iman, cahaya, dan kegembiraan hati, serta kecintaan yang sempurna terhadap kebaikan.
Wasiat kedua, menganjurkan untuk menjaga lisan dan senantiasa mengawasinya karena menjaga lisanlah kendali semua urusan seseorang. Jika seseorang mampu menguasai lisannya, niscaya dia dapat menguasai seluruh anggota tubuhnya yang lain. Tetapi jika justru dirinya dikuasai oleh lisannya dan tidak menjaganya dari perkataan yang mengandung mudarat, maka urusannya akan sia-sia, baik agama maupun dunianya. Maka janganlah berbicara sepatah katapun melainkan harus diketahui apa manfaatnya bagi agama atau dunia. Semua pembicaraan yang di dalamnya ada kemungkinan mendapat kritik atau bantahan, hendaknya ditinggalkan, karena kalau dia berbicara maka dikuasai oleh ucapan tersebut, sehingga ia akan menjadi tawanannya. Bahkan, sering kali menimbulkan mudarat yang tidak mungkin dihindari.
Wasiat ketiga, menyiapkan diri bergantung hanya kepada Allah semata dalam semua urusan kehidupan dunia dan akhirat. Tidak meminta kecuali kepada Allah dan tidak bersikap tamak kecuali terhadap karunia-Nya. Juga menyiapkan diri untuk berputus asa terhadap apa yang ada di tangan manusia. Demikian itu karena ‘putus asa’ adalah penjaga. Siapa yang berputus asa dari sesuatu, dia akan measa tidak membutuhkannya. Sebagaimana dia tidak meminta dengan lisannya kecuali hanya kepada Allah maka hatinya pun tidak bergantung kecuali kepada Allah.
Oleh sebab itu, tetaplah menjadi seorang hamba sejati bagi Allah, selamat atau bebas dari pengabdian kepada sesama makhluk. Sungguh, dia telah memilih kebebasan dari perbudakan mereka dan dengan itu pula dia telah memperoleh kedudukan yang tinggi dan mulia. Sesungguhnya bergantung kepada sesama makhluk menimbulkan kehinaan dan jatuhnya harga diri dan kedudukan seseorang sesuai dengan tingkat ketergantungannya kepada mereka.
Wallahu a’lam.
***
muslimah.or.id
Dikutip dari Buku Mutiara Hikmah Penyejuk Hati, Syarah 99 Hadits Pilihan
Terjemah dari Kitab Bahjatul Qulubil Abrar Qurratul Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

Doa Malaikat Pemikul Arsy

Mereka malaikat yang sangat dekat dengan Allah. Malaikat yang selalu memuji Allah. Kita bisa bayangkan, tentu doa dan permohonannya sangat berpeluang dikabulkan Allah.
Sebagai orang yang beriman, tentu kita sangat berharap mendapatkan kebaikan dari doa malaikat ini. Di surat Ghafir, Allah menceritakan bahwa malaikat ini mendoakan beberapa hamba Allah,
الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ ( ) رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ( ) وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, ( ) Ya Tuhan Kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, ( ) dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu Maka Sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan Itulah kemenangan yang besar“. (QS. Ghafir: 7 – 9)
Kita bisa perhatikan, ada beberapa doa yang dipanjatkan para malaikat itu,
  1. Memintakan ampunan bagi orang yang beriman, rajin bertaubat, dan mengikuti jalan Allah. Mereka berdoa, ”Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau..”
  2. Memohon penjagaan agar manusia dengan kriteria di atas, tidak mendapat siksa neraka. Mereka berdoa, ”peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala
  3. Memohon agar manusia dengan kriteria di atas, dimasukkan ke dalam surga yang kekal.
  4. Memohon agar manusia dengan kriteria di atas, dikumpulkan bersama orang tuanya, istrinya, dan keturunannya di dalam surga.
  5. Memohon agar manusia dengan kriteria di atas dilindungi dari balasan atas keburukan yang pernah dilakukan..
MasyaaAllah, doa yang luar biasa. Kita bisa bayangkan, orang yang mendapat doa ini tentu sangat bahagia. Tapi tunggu dulu.., doa ini bersyarat:
  1. Hanya untuk orang yang beriman (mukmin)
  2. Hanya mukmin yang bertaubat
  3. Mukmin yang selalu kembali ke jalan kebenaran, bukan pencari pembenaran untuk kesesatannya.

7 Pujian Allah Terhadap Orang Yang Mendalam Ilmunya

Allah Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ بَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.
 “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji” (QS. Al Imran: 7).
Al Allamah As Sa’di setelah menjelaskan tafsir ayat ini beliau mengatakan:
“Allah Ta’ala memuji orang-orang yang mendalam ilmunya dengan 7 sifat, yang merupakan sumber kebahagiaan bagi setiap hamba, yaitu:
  1. Ilmu. Yang merupakan jalan menuju kepada Allah. Yang menjelaskan hukum-hukum Allah dan syariat-Nya.
  2. Kedalaman ilmu. Ini merupakan derajat yang lebih tinggi lagi daripada sekedar berilmu. Karena keilmuan yang mendalam berarti ia memiliki ilmu yang kokoh dan kebijaksaan yang mendalam. Allah telah memberikan ilmu kepada orang tersebut baik yang zhahir maupun yang batin. Maka kedalaman ilmunya itu bisa mengungkap hal-hal yang nampak samar dalam syariat ini, baik dalam ilmu, keadaan dan perbuatan.
  3. Allah menyifati mereka bahwa mereka itu beriman dengan seluruh kitab Allah, dan mereka itu senantiasa mengembalikan ayat yang mutasyabihat kepada yangmuhkamat dan berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami
  4. Mereka meminta kepada Allah ampunan dan pertolongan agar terhindar dari apa yang menimpa orang-orang yang sesat dan menyimpang
  5. Mereka mengakui nikmat Allah berupa hidayah dengan perkataan mereka, “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami“.
  6. Dengan semua ini, mereka juga meminta limpahan rahmat Allah, yang disana tercakup tercapainya semua kebaikan dan terhindarnya semua keburukan. Dan mereka juga ber-tawassul dengan nama Allah: Al Wahhab.
  7. Allah mengabarkan bahwa mereka itu beriman dan yakin terhadap hari Kiamat dan mereka takut kepadanya.

jilbab-wanita-muslimah 1

Perintah memakai jilbab bagi wanita muslimah telah Allah firmankan dalam kitab-Nya yang mulia Al-Qur’an dan hadits rasul-Nya.Kedudukan mengenakan jilbab (busana wanita muslimah) dihukumi wajib sama kedudukannya dengan shalat , puasa, zakat, haji(bagi yang mampu).Dan, jilbab ini bila ditinggalkan (diacuhkan) oleh seorang wanita yang mengaku dirinya memeluk agama islam maka bisa mengakibatkan pelakunya terseret dalam salah satu dosa besar karena kedudukannya yang wajib maka bila ditinggalkan akan mendapatkan adzab, laknat dan murka Allah subhanahuwata’ala.Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Shahih riwayat Muslim:

“Ada dua golongan penduduk neraka dari ummatku, tetapi aku belum pernah melihat keduanya: Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan memiringkan kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Dan dimana sekelompok laki-laki bersama mereka yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukuli atau menyambuki hamba-hamba Allah tersebut”

Hadits Muslim nomor 2128 yang berbunyi:
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda: Ada dua kelompok ahli neraka yang aku belum pernah melihat keduanya Seorang laki-laki yang mempunyai cemeti/cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuki manusia dengannya dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang,bergoyang-goyang dan berlenggak-lenggok , kepala mereka ( ada sesuatu) seperti punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian”

Sedangkan hadits lain yang diriwayatkan Imam Ahmad 2/223 berbunyi :
“Pada akhir ummatku nanti akan muncul kaum laki-laki yang menaiki pelana seperti layaknya kaum laki-laki, mereka turun kemasjid-masjid, wanita-wanita mereka berpakaian tetapi laksana telanjang, diatas kepala mereka (ada sesuatu) seperti punuk unta yang lemah gemulai. Laknatlah mereka, karena sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita yang terlaknat”

Hadits Riwayat Ahmad dan Al-Haitsami mengatakan rijal Ahmad adalah rijal Shahih
Sebelum saya menyampaikan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits nabi tentang wajibnya mengenakan jilbab saya juga melampirkan keterangan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wanita muslimah ketika memakai jilbabnya (tentunya dengan dalil dari hadits yang shahih). Sebagaimana yang telah kita ketahui dalam kaidah ushul fiqih bahwa apabila suatu syarat dalam ibadah tidak dipenuhi maka ibadahnya tersebut tidak sah/tertolak. Misalnya seorang yang shalat tanpa menghadap kiblat atau tanpa berbusana(telanjang) maka shalatnya tidak sah karena ada beberapa syarat yang tidak dipenuhinya. Begitupula halnya dengan memakai jilbab ini ada pula syarat-syaratnya yang harus dipenuhi agar memakai jilbab ini diterima dan dirihai Allah Dan mudah-mudahan dengan rahmat-Nya karena ketaatan kita kepada Allah yang lebih kita utamakan dari siapapun diatas muka bumi ini Allah akan memasukkan kita kedalam surga-Nya yang abadi. Amin.

Maka sepatutnya bagi seorang wanita muslimah setelah mendapati dalil tentang wajibnya mengenakan jilbab mematuhinya dan segera melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk menghindarkan dirinya dari murka Allah dan tentu saja siksa-Nya yang sangat pedih dineraka bagi hamba-hamba-Nya yang melanggar perintah-Nya.

Saudariku fillah yang dirahmati Allah
Seorang wanita muslimah yang meyakini Allah sebagai Rabb-Nya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya maka konsekuensinya adalah dia harus mematuhi apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.Dan tidaklah patut bagi kita sebagai hamba-Nya memilih alternatif/alasan lain untuk berpaling dari perintah-Nya sebab akan menyebabkan kita tersesat dari petunjuk-Nya sebagaimana firman-Nya:

“dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi wanita yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan(urusan) akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan, barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata”(Al-Ahzab:36)

Apabila seorang hamba telah sesat maka yang menjadi teman setia baginya adalah setan.
Karena didunia ini hanya ada dua pilihan menjadi hamba Allah (taat pada perintah dan menjauhi laranganNya serta mengikuti sunnah NabiNya) atau hamba setan yaitu mengikuti hawa nafsunya dan mematuhi seruan setan dengan meninggalkan seruan Allah dan rasul-Nya . Apabila hawa nafsunya telah ditaati dan diikuti maka setanlah yang akan menjadi sahabat setianya sehingga jauhlah dia dari hidayah-Nya dan petunjuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an) kami adakan baginya setan yang (menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (Az-Zukhruf :36-37)

Seringkali kita mendengar tentang nada-nada sumbang yang berkesan mengatakan bahwa jilbab itu tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang serba modern dan canggih ini. Dimana kita hidup diabad 21 yang penuh dengan teknologi modern dan serba bebas, sehingga apabila kita mengenakan busana islami/jilbab maka kita akan ketinggalan zaman dan kuno(kolot). Patut ditanyakan kembali kepada mereka apabila jilbab itu tidak lagi relevan/sesuai dengan perkembangan zaman saat ini secara tidak langsung dia telah menyatakan bahwa Allah itu tidak relevan lagi menjadi Rabbnya karena yang menurunkan perintah jilbab itu adalah Allah Rabbnya seluruh makhluk dibumi dan dilangit.yang jelas-jelas termuat dalam kitab-Nya yang mulia Al-Qur’anul karim bila dia mengingkari hakikat perintah jilbab tersebut berarti dia mengingkari Al-Qur’an dan dengan dia mengingkari Al-Qur’an berarti dia telah mengingkari yang membuat hak ciptanya yaitu Allah subhanahuwata’ala.Karena itu patut dicamkan dan direnungkan dengan hati-hati sebelum kita mengeluarkan nada-nada sumbang yang aneh dengan alasan perkembangan zaman.

Dalil Al-Qur’an Dan Hadits Yang Memerintahkan Kita Untuk Berjilbab
Dibawah ini saya sampaikan dalil-dalil yang menyuruh kita wanita muslimah untuk berjilbab. Yaitu firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat An-Nuur ayat 31:
“katakanlah kepada wanita yang beriman:Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepad suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puter-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka atau wanita-wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan, janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”

Sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diceritakan oleh Muqatil bin Hayan (dalam Tafsir Ibnu Katsir) dia berkata:
“Telah sampai berita kepada kami dan Allah Maha Tahu bahwa Jabir bin Abdullah Al-Anshari telah menceritakan bahwa Asma binti Murtsid tengah berada ditempatnya di Bani Haritsah. Tiba-tiba banyak wanita menemuinya tanpa menutup aurat dengan rapi sehingga tampaklah gelang-gelang kaki mereka, dada, dan kepang rambutnya. Asma berguman :Alangkah buruknya hal ini. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini”

Diriwayatkan bahwa Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata :
“Semoga Allah merahmati wanita Muhajirin yang pertama yang tatkala Allah Ta’ala menurunkan ayat:”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedada mereka..”mereka lantas merobek kain tak berjahit (muruth) yang mereka kenakan itu, lalu mereka berkerudung dengannya (dalam riwayat lain disebutkan: Lalu merekapun merobek sarung-sarung mereka dari pinggir kemudian mereka berkerudung dengannya”

Hadits Riwayat Bukhari (II:182 dan VIII:397) dan Abu Dawud dan Al-Hakim (IV/194)
Sedangkan riwayat dari Ibnu Abi Hatim lebih sempurna dengan sanadnya dari Shafiyah binti Syaibah yang mengatakan:
“Tatkala kami berada disamping Aisyah yang menyebutkan keutamaan wanita suku Quraisy, lalu Aisyah berkata: Sesungguhnya kaum wanita suku Quraisy itu memiliki satu keutamaan . Dan, aku demi Allah tiada melihat yang lebih utama daripada wanita-wanita Anshar dan yang lebih membenarkan terhadap Kitabullah maupun keimanan terhadap Al-Qur’an. Tatkala diturunkan surat An-Nuur ayat 31, maka para lelaki mereka (kaum Anshar) langsung kembali pulang menuju mereka untuk membacakan apa yang baru saja diturunkan oleh Allah atas mereka , seorang laki-laki membacakan ayat tersebut kepada istrinya, putrinya, saudarinya serta kerabatnya. Tak seorang wanitapun dari mereka melainkan lantas bangkit untuk mengambil kain yang biasa dikenakan lalu digunakan untuk menutupi kepala (menjadikannya kerudung) dalam rangka membenarkan dan mengimani apa yang telah diturunkan Allah dari Kitab-Nya. Lalu pada pagi harinya dibelakang Rasulullah (menunaikan shalat shubuh) mereka mengenakan tutup kepala (kerudung) seakan-akan diatas kepala mereka itu terdapat burung gagak”

Ibnu Katsir menuturkan juga riwayat ini, demikian pula Al-Hafizh dalam Fathul Bari (VIII/490), Imam Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir I/245-2 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq (IV:46-1/243-1) Hadits ini diriwayatkan Bukhari dalam Tarikhnya secara ringkas dan juga oleh Abu Zur’ah ia mengatakan hadits ini shahih
- See more at: http://jilbab.or.id/archives/187-artikel-jilbab-wanita-muslimah-i/#sthash.QBkIm0FT.dpuf

Jilbab Wanita Muslimah 2

firman Allah ta’aala dalam surat Al-Ahzab ayat 59 :

“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan berkata:
Allah Ta’ala menyuruh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam agar dia menyuruh wanita-wanita mukmin , istri-istri ,dan anak-anak perempuan beliau agar mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka. Sebab cara berpakaian yang demikian membedakan mereka dari kaum wanita jahiliah dan budak-budak perempuan. Jilbab berarti selendang/kain panjang yang lebih besar dari pada kerudung. Demikian menurut Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, dan sebagainya. Kalau sekarang jilbab itu seperti kain panjang. Al-Jauhari berkata,”Jilbab ialah kain yang dapat dilipatkan”.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ummu Salamah dia berkata: ”Setelah ayat diatas turun, maka kaum wanita Anshar keluar rumah dan seolah-olah dikepala mereka terdapat sarang burung gagak. Merekapun mengenakan baju hitam”
Az-Zuhri ditanya tentang anak perempuan yang masih kecil. Beliau menjawab menjawab:”Anak yang demikian cukup mengenakan kerudung, bukan jilbab”
(lihat Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir ; jilid III hal:900-901 )
Lihat dalam Kitab Jilbab Wanita Muslimah karya Syaikh Al-Albani yang menjelaskan tafsir ayat tersebut dengan mengatakan pada hal:91-92, 102-103 :
“Tatkala ayat ini turun, maka wanita-wanita Ansharpun keluar rumah sekan-akan diatas kepala-kepala mereka itu terdapat gagak karena pakaian (jilbab hitam) yang mereka kenakan”
Dikeluarkan oleh Abu Dawud (II:182) dengan sanad Shahih. Disebutkan pula dalam kitab Ad-Duur (V:221) berdasarkan riwayat AbdurRazaq, Abdullah bin Humaid, Abu Dawud, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari hadits Ummu Salamah dengan lafal :”Tatkala ayat ini turun, maka wanita-wanita Ansharpun keluar rumah seakan diatas kepala-kepala mereka terdapat gagak lantaran pakaian (jilbab) yang mereka kenakan” Kata”Ghurban” adalah bentuk jamak dari “Ghurab” (gagak). Pakaian (jilbab) mereka diserupakan dengan burung gagak karena warnanya yang hitam.

Dari hadits diatas dapat difahami bahwa mengenakan jilbab dengan warna gelap merupakan sunnahnya wanita-wanita shahabiyah dan tentu saja istri-istri Nabi kita yang mulia. Dalil yang lain adalah Hadits Shahih Riwayat Bukhari yang dimasukkan oleh Imam Syaukhani dalam kitabul Libas dimana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memakaikan pakaian warna hitam kepada Ummu Khalid lengkapnya adalah sebagai berikut :

“Dan dari Ummu Khalid, ia berkata: Beberapa pakaian dibawa kepada Nabi diantaranya terdapat pakaian berwarna hitam. Lalu Nabi bertanya: Bagaimana pandanganmu kepada siapa kuberikan pakaian hitam ini?Lalu terdiamlah kaum itu. Kemudian Nabi bersabda :Bawalah kemari Ummu Khalid, lalu aku dibawa kepada Nabi , kemudian ia memakaikan pakaian itu kepadaku dengan tangannya sendiri, dan bersabda:selamat memakai dan semoga cocok! Dua kali. Lalu Nabi melihat kepada keadaan pakaian itu dan mengisyaratkan tangannya kepadaku sambli berkata: Ya, Ummu Khalid, ini bagus, ini bagus (sanna dalam bahasa Habasyah artinya: bagus)”
(HR. Bukhari , Nailul Author, Imam Syaukhani,1/404-405)
Yang namanya jilbab adalah kain yang dikenakan oleh wanita untuk menyelimuti tubuhnya diatas pakaian (baju) yang ia kenakan. Ini adalah definisi pendapat yang paling shahih(yang paling benar).
Didalam menjelaskan definisi jilbab dikatakan terdapat 7 pendapat yang telah disebutkan oleh Al-Hafizh dalam kitab beliau “Fathul Bari” (I:336), dan ini adalah salah satunya. Pendapat ini juga diikuti oleh Imam Al-Baghawi dalam Tafsirnya (III:544) yang mengatakan:”Jilbab adalah pakaian yang dikenakan oleh wanita diatas pakaian biasa dan khimar(kerudung)”

Ibnu Hazm (III:217) mengatakan:”Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya”
Imam Al-Qurthubi menshahihkannya dalam kitab Tafsirnya.
Umumnya jilbab ini dikenakan oleh kaum wanita manakala ia keluar rumah. Ini seperti yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani (Bukhari & Muslim) dan juga oleh perawi lainnya dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu’anha bahwa ia berkata:
“Rasulullah shalallahu alaihi wasslam memerintahkan kami agar keluar pada hari Idul Fitri maupun Idul Adha , baik para gadis yang menginjak akil baligh, wanita-wanita yang sedang haidh maupun wanita-wanita pingitan. Wanita-wanita yang haidh tetap meninggalkan shalat namun mereka dapat menyaksikan kebaikan (mendengarkan nasehat) dan dakwah kaum muslimin. Aku bertanya: Ya, Rasulullah, salah seorang dari kami ada yang tidak memiliki jilbab? Beliau menjawab: Kalau begitu hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya(agar ia keluar dengan berjilbab)!
(Hadits Shahih mutafaq alaih)
Syaikh Anwar Al-Kasymiri dalam kitabnya”Faidhul Bari” (I:388) berkaitan dengan hadits ini mengatakan:
“Dapatlah dimengerti dari hadits ini bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah dan ia tidak boleh keluar jika tidak mengenakan jilbab”
Diantara beberapa madzhab /pendapat yang mengatakan berkenaan dengan ayat tersebut diantaranya ada yang mengatakan bahwa pada dasarnya jilbab itu tidak diperintahkan manakala orang-orang fasik sedang tidak lagi mengganggu, atau tatkala sudah hilang illat(sebab/alasan). Jika sebab ini sudah hilang, maka hilanglah pula ma’lul (akibatnya). Salah satunya adalah seperti yang ditulis dalam buku “Al-Qur’an dan Wanita ) hal:59:

”Kami perlu mengingatkan riwayat-riwayat yang disebutkan berkenaan dengan keberadaan ayat surat Al-Ahzab, bahwa pakaian wanita-wanita merdeka maupun budak dahulunya sama. Lantas orang-orang fasik mengganggu mereka tanpa pandang dulu. Kemudian turunlah ayat ini yang membedakan pakaian bagi wanita-wanita merdeka agar mereka dapat dikenal sehingga tidak diganggu oleh orang-orang fasik itu. Dengan kata lain, persoalannya atau kepentingan darurat pada masa tertentu”

(Syaikh Albani berkata): seakan-akan ia ingin mengatakan: Sekarang ini sudah tidak ada lagi kepentingan untuk mengenakan jilbab, karena sudah hilang penyebabnya. Menurutnya dengan lenyapnya perbudakan dan kaum wanita sekarang ini sudah merdeka seluruhnya! Perhatikanlah bagaimana kejahilan mengenai sebagian riwayat itu dapat berakibat hilangnya perintah Al-Qur’an dan juga perintah Nabi sebagimana hadits Ummu Athiyah diatas”

Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika memakai jilbab:
Sebagaimana yang telah saya janjikan diatas mengenai syarat dalam memakai jilbab yang harus dipenuhi oleh seorang wanita muslimah agar jilbabnya diterima Allah subhanahuwata’ala maka wajib untuk memperhatikan hal-hal berikut ini.Yang dimana Syaikh Albani mengatakan dalam bukunya Jilbab Wanita Muslimah hal :45

“Penelitian kami terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah Nabi dan atsar-atsar Salaf dalam maslah yang penting ini memberikan jawaban kepada kami bahwa seorang wanita keluar dari rumahnya, maka ia wajib menutup seluruh anggota badannya dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya kecuali wajah dan dua telapak tangannya (bercadar lebih utama bila mau) maka ia harus menggunakan pakaian yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menutupi seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan
Sebagaimana yang telah dibahas diatas tentang penafsiran surat An-Nuur ayat 31 dan Al-Ahzaab ayat 59 tentang keharusan menutupi seluruh tubuhnya dengan jilbab maka akan saya jelaskan beberapa tambahan secara terperinci diantaranya Firman Allah Ta’ala:
“Dan janganlah mereka itu memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”
Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla (II:216) mengatakan:
“Ini merupakan nash bahwa kedua kaki dan betis itu termasuk anggota tubuh yang harus disembunyikan (ditutup) dan tidak halal untuk ditampakkan”
Sedangkan dari As-Sunnah, hal ini dikuatkan oleh hadist Ibnu Umar bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa menghela pakaiannya lantaran angkuh, maka Allah tidak akan sudi melihatnya pada hari kiamat. Lantas Ummu Salamah bertanya:”Lalu, bagaimana yang mesti dilakukan oleh kaum wanita denngan bagian ujung pakaiannya? Beliau menjawa: hendaklah mereka menurunkan satu jengkal!Ummu Salamah berkata:Kalau begitu telapak kaki mereka terbuka jadinya. Lalu Nabi bersabda lagi:Kalau begitu hendaklah mereka menurunkan satu hasta dan jangan lebih dari itu!”
(HR.Tirmidzi (III/47) At-Tirmidzi berkata hadits ini Shahih)
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 :
“dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka”
secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi sesuatu yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”
juga berdasarkan sabda Nabi :
“Ada 3 golongan yg tidak akan ditanya (karena mereka sudah termasuk orang-orang yang binasa atau celaka): Seorang laki-laki yang meninggalkan jama’ah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita/laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, serta seorangwanita yang ditinggal pergi oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya namun setelah itu ia berhias/bertabarruj (berhias diluar rumah bukan untuk suaminya )”

(HR.Hakim (1/119) dan Ahmad (6/19) dari hadits Fadhalah bin Ubaid dengan sanad shahih)
Tabarruj adalah perilaku wanita yg menampakkan perhiasan dan kecantikan-nya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki (Fathul Bayan 7/274)
Yang dimaksud dengan perintah mengenakan jilbab adalah menutup perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jika jilbab itu sendiri berfungsi sebagai perhiasan. Seperti kejadian yang sering kita lihat sendiri yaitu jilbab trendy model masa kini.
3. Kainnya harus tebal tidak tipis
Yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Sebagaimana sabda Rasulullah :
“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum yang terkutuk”
(HR. Ahmad 2/223.Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih)
Ibnu Abdil Barr berkata:
“Yang dimaksud Nabi adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang dapat mensifati(menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya akan tetapi hakekatnya telanjang”
(Dikutip oleh Imam As-Suyuti dalam Tanwirul Hawalik 3/103)
Dari Hisyam bin Urwah bahwasanya Al-Mundzir bin Az-Zubair datang dari Iraq, lalu mengirimkan kepada Asma binti Abu Bakar sebuah pakaian Marwiyah (nama pakaian terkenal di Iraq) dan Quhiyyah (tenunan tipis dan halus dari Khurasan). Peristiwa itu terjadi setelah Asma mengalami kebutaan. Asma pun menyentuh dengan tangannya kemudian berkata:”Cis! Kembalikan pakaian ini kepadanya!” Al-Mundzir merasa keberatan lalu berkata:”Duhai Bunda, sesungguhnya pakaian itu tidak tipis!” Ia menjawab : Memang tidak tipis akan tetapi ia dapat menggambarkan lekuk tubuh !”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Saad (8/184) isnadnya Shahih sampai kepada Al-Mundzir)
4. Harus Longgar, Tidak Ketat, Sehingga tidak Dapat Menggambarkan Sesuatu Dari Tubuhnya
Karena tujuan dari mengenakan pakaian adalah untuk menghilangkan fitnah. Dan, itu tidak mungkin terwujud kecuali pakaian yang dikenakan oleh wanita itu harus longgar dan luas. Jika pakaian itu ketat, meskipun dapat menutupi warna kulit, maka tetap dapat menggambarkan bentuk tubuh atau lekuk tubuhnya, atau sebagian dari tubuhnya pada pandangan mata kaum laki-laki. Kalau demikian halnya maka sudah pasti akan menimbulkan kerusakan dan mengundang kemaksiatan bagi kaum laki-laki. Dengan demikian, pakaian wanita itu harus longgar dan luas.

Usamah bin Zaid pernah berkata:
“Rasulullah memberiku baju Qubthiiyyah yang tebal (biasanya baju Qubthiyyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itupun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku :Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qutbiyyah ? aku menjawab: Aku pakaikan baju itu pada istriku.Nabi lalu bersabda:Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya”
(Dikeluarkan oleh Ad-Dhiya’Al-Maqdisi dalam kitab Al-Hadits Al-Mukhtarah 1/441 Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)
Diriwayatkan oleh Ummu Ja’far binti Muhammad bin Ja’far bahwasanya Fatimah binti Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata:
“Wahai Asma! Sesungguhnya aku memandang buruk apa yang dilakukan kaum wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan tubuhnya. Asma berkata:Wahai putri Rasulullah! Maukah kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang pernah aku lihat di negeri Habasyah? Lalu Asma memabwakan beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, kemudian ia bentuk menjadi pakaian lantas dipakai. Fatimah pun berkomentar:Betapa baiknya dan eloknya baju ini, sehingga wanita dapat dikenali(dibedakan) dari laki-laki dengan pakaian itu. Jika aku nanti sudah mati, maka mandikanlah aku wahai Asma bersama Ali (dengan pakaian penutup seperti itu) dan jangan ada seorangpun yang menengokku ! tatkala Fatimah meninggal dunia maka Ali bersama Asma yang memandikannya sebagaimana yang dipesankan”

(dikeluarkan oleh Abu Nuaim dalam kitab Al-Hilyah 2/43 dan ini adalah konteksnya diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi.Ada riwayat dengan lafal lain dari Asma dikeluarkan oleh At-Tabrani dalam Al-Ausath bahwasanya putri Rasulullah meninggal dunia. Mereka dalam membawa mayat laki-laki maupun perempuan sama saja diatas dipan. Lalu Asma berkata: Ya, rasulullah Saya pernah tinggal dinegeri Habasyah dimana penduduknya adalah nashara ahlul kitab. Mereka membuatkan tandu jenazah untuk mayat perempuan, karena mereka benci bilamana ada bagian dari tubuh wanita itu yang tergambarkan.Bolehkah aku membuatkan tandu semisal itu untukmu? Beliau menjawab: buatkanlah! Asma adalah orang yg pertama kali membuat tandu jenazah dalam islam yang mula-mula diperuntukkan buat Ruqayyah putri Rasulullah)

Perhatikanlah sikap Fatimah yang merupakan bagian dari tulang rusuk Nabi
bagaimana ia memandang buruk bilamana sebuah pakaian itu dapat mensifati atau menggambarkan tubuh seorang wanita meskipun sudah mati, apalagi jika masih hidup tentunya jauh lebih buruk. Oleh karena itu hendaklah kaum muslimah zaman ini merenungkan hal ini, terutama kaum muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis dan anggota badan mereka yang lain.Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya serta mengingat selalu akan sabda Nabi shalallahu alaihi wassalam:
“ Perasaan malu dan iman itu keduanya selalu bertalian. Manakala salah
satunya lenyap, maka lenyaplah pula yang satunya lagi”
(Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya dari Abdullah bin Umar,dan Al-Haitsami dalam Al-Majma III:26)
5. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasanya ia berkta Rasulullah bersabda :
“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina”
(HR.An-Nasai II:38,Abu dawud II:92, At-Tirmidzi IV:17, At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasanya Nabi bersabda :
“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid,
maka janganlah sekali-kali mendekatinya dengan memakai parfum”
(HR. Muslim dan dalam Ash-shahihah 1094)
Syaikh Albani berkata:
“Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid lalu apa hukumnya bagi yang keluar menuju pasar atau tempat keramaian lainnya? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al-Haitsami dalam kita Az-Zawajir II:37 mengatakan bahwa keluarnya
seorang wanita dari rumahnya dengan memakai parfum dan berhias adalah
termasuk dosa besar walaupun sang suami mengijinkannya”
6. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita Kafir
Dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata:
“Rasulullah melihat saya mengenakan dua buah kain yang dicelup dengan warna ushfur, maka beliau bersabda: Sungguh ini merupakan pakaian orang-
orang kafir maka jangan memakainya”
(HR. Muslim 6/144, hadits Shahih)
Jelaslah sudah Rasulullah telah memberikan rambu-rambu yang harus ditaati ummatnya khususnya wanita muslimah. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita untuk mampu melaksanakan apa yang diperintahkanNya. Amin. Wallahu’alam bishawwab
- See more at: http://jilbab.or.id/archives/188-artikel-jilbab-wanita-muslimah-ii/#sthash.d4KbOlwC.dpuf